Minggu, 27 April 2008

PENENTUAN KADAR GLUKOSA DALAM DARAH

Pendahuluan

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada industri pangan (Wikipedia, 2007).

Gambaran proyeksi Haworth struktur glukosa (α-D-glukopiranosa)

Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa—monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya 0.0026% pada pH 7 (Wikipedia, 2007).

Model pengisi ruang molekul glukosa

Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-mana dalam biologi. Kita dapat menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak digunakan. Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif. Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa, dibandingkan dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada dalam isomer siklik yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi akut seperti diabetes, kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal (peripheral neuropathy), kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein (Wikipedia, 2007).

Bentuk rantai D-Glukosa.

Dalam respirasi, melalui serangkaian reaksi terkatalisis enzim, glukosa teroksidasi hingga akhirnya membentuk karbon dioksida dan air, menghasilkan energi, terutama dalam bentuk ATP. Sebelum digunakan, glukosa dipecah dari polisakarida (Wikipedia, 2007).

Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa. Pati, selulosa, dan glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida). Dekstrosa terbentuk akibat larutan D-glukosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kanan. Dalam kasus yang sama D-fruktosa disebut "levulosa" karena larutan levulosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kiri (Wikipedia, 2007).

Glukosa berubah dari proyeksi Fischer ke proyeksi Haworth.

Gula terdapat dalam dua enantiomer (isomer cermin), D-glukosa dan L-glukosa, tapi pada organisme, yang ditemukan hanya isomer D-isomer. Suatu karbohidrat berbentuk D atau L berkaitan dengan konformasi isomerik pada karbon 5. Jika berada di kanan proyeksi Fischer, maka bentuk cincinnya adalah enantiomer D, kalau ke kiri, maka menjadi enantiomer L. Sangat mudah diingat, merujuk pada D untuk "dextro”, yang merupakan akar bahasa Latin untuk "right" (kanan), sedangkan L untuk "levo" yang merupakan akar kata "left" (kiri). Struktur cincinnya sendiri dapat terbentuk melalui dua cara yang berbeda, yang menghasilkan glukosa-α (alfa) dan β (beta). Secara struktur, glukosa-α dan -β berbeda pada gugus hidroksil yang terikat pada karbon pertama pada cincinnya. Bentuk α memiliki gugus hidroksil "di bawah" hidrogennya (sebagaimana molekul ini biasa digambarkan, seperti terlihat pada gambar di atas), sedangkan bentuk β gugus hidroksilnya berada "di atas" hidrogennya. Dua bentuk ini terbentuk bergantian sepanjang waktu dalam larutan air, hingga mencapai nisbah stabil α:β 36:64, dalam proses yang disebut mutarotasi yang dapat dipercepat (Wikipedia, 2007).

Glukosa merupakan hasil fotosintesis pada tumbuhan dan beberapa prokariota. Glukosa juga terbentuk dalam hati dan otot rangka dari pemecahan simpanan glikogen (polimer glukosa) serta disintesis dalam hati dan ginjal dari zat antara melalui proses yang disebut glukoneogenesis (Wikipedia, 2007).

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang menyediakan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram. Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan mono- dan disakarida, terutama glukosa. Melalui glikolisis, glukosa segera terlibat dalam produksi ATP, pembawa energi sel. Di sisi lain, glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam metabolisme lipid. Karena pada sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini sangat tergantung pada glukosa (Wikipedia, 2007).

Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa ini kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang menyimpannya sebagai glikogen ("pati hewan") dan sel lemak, yang menyimpannya sebagai lemak. Glikogen merupakan sumber energi cadangan yang akan dikonversi kembali menjadi glukosa pada saat dibutuhkan lebih banyak energi. Meskipun lemak simpanan dapat juga menjadi sumber energi cadangan, lemak tak pernak secara langsung dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan galaktosa, gula lain yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati, yang mengkonversinya menjadi glukosa (Wikipedia, 2007).

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam setelah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes mellitus atau kencing manis, jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah (Poedjiadi, 1994).

Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun disebut "gula darah", selain glukosa, kita juga menemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan glukosa yang diatur melalui insulin dan leptin (Wikipedia, 2007).

Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglisemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi, yang disebut hiperglisemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglisemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf (Wikipedia, 2007).

Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan level gula darah. Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau karena pencernaan makanan, hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebut gliogenosis, yang mengurangi level gula darah. Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh tidak cukup atau tidak dihasilkannya insulin, sementara tipe 2 disebabkan oleh respon yang tidak memadai terhadap insulin yang dilepaskan ("resistensi insulin"). Kedua jenis diabetes ini mengakibatkan terlalu banyaknya glukosa yang terdapat di dalam darah (Wikipedia, 2007).

Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan kali ini adalah mengetahui menentukan kadar gula pereduksi (glukosa) dalam darah dengan metode spektofotometri dan melakukan pemisahan/isolasi suatu makromolekul polisakarida dalam darah.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah pipet tetes, pipet volumetrik, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, rak tabung reaksi, erlenmeyer, kertas tissu, tabung Folin Wu, spektronik-20, kertas saring, dan corong.

Bahan-bahan yang digunakan adalah darah ayam, akuades, larutan kupritartat alkalis, larutan fosfomolibdat, larutan standar glukosa 0,1 dan 0,2 mg/ml, larutan H2SO4 0,67 N, dan larutan Na-wolframat.

Prosedur Percobaan

Satu ml darah dipipet ke dalam erlenmeyer kecil, serta ditambahkan 1 ml Na-wolframat 10%, dan 1ml H2SO4 0,67 N (tetes demi tetes). Larutan dicampur dengan baik dan dibiarkan 10 menit, kemudian saring dengan kertas saring dalam tabung erlenmeyer. Tiga tabung reaksi dipersiapkan, ketiga tabung diisi dengan 1 ml filtrat, 1ml standar glukosa, dan 1ml akuades. Masing-masing tabung ditambahkan 1 ml larutan kupritartrat. Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dengan air mendidih selama 8 menit tepat. Setelah itu didinginkan, lalu diencerkan dengan 7 ml akuades. Satu ml larutan fosfomolibdat ditambahkan pada setiap tabung, perubahan warna yang terjadi diamati dan intensitas warnanya diamati dengan spektronik-20 pada panjang gelombang 660 nm.

Hasil pengamatan

Tabel hasil pengamatan spektronik-20

Larutan

Transmitan

Absorban

[mg/ml]

Filtrat

Standar Glukosa

Blanko

41,8

29,0

100

0,3788

0,5376

0

0,7046

-

-


Pembahasan

Glukosa diuraikan dalam sel untuk menghasilkan tenaga. Gula darah meningkat setelah kita makan atau minum sesuatu yang bukan air putih biasa. Kadar glukosa yang tinggi, yang disebut hiperglisemia, merupakan tanda penyakit diabetes melitus. Gula darah yang tinggi lambat laun dapat merusak mata, saraf, ginjal atau jantung. Kadar yang tinggi ini dapat disebabkan oleh efek samping protease inhibitor (PI). Gula darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kelelahan. Hal ini hanya salah satu penyebab kelelahan. Pada orang sehat, gula darah dikendalikan oleh insulin. Insulin adalah hormon yang dibuat oleh pankreas. Insulin membantu glukosa dari darah masuk ke sel untuk menghasilkan tenaga. Gula darah yang tinggi dapat berarti bahwa pankreas kita tidak membuat cukup insulin. Atau, jumlah insulinnya cukup namun tubuhnya tidak bereaksi secara normal. Ini disebut ‘resistansi insulin’. Apa pun alasannya, sel-sel tidak memperoleh glukosa secukupnya untuk dijadikan tenaga, dan glukosa menumpuk dalam darah. Beberapa orang yang memakai PI mengalami resistansi insulin dan kadar gula darahnya dapat meningkat tajam. Keadaan ini kadang kala diobati dengan obat yang biasa dipakai untuk diabetes. Belum ada tes darah yang sederhana untuk resistansi insulin (Spiritia, 2004).

Uji glukosa darah pada praktikum ini menggunakan metode spektofotometri. Spektrometer absorbsi adalah sebuah instrumen untuk mengukur absorbsi/penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom/molekul. Spektrofotometer dikembangkan beberapa puluh tahun lalu untuk keperluan para fisikawan dan kimiawan dalam mempelajari struktur molekul dan mengembangkan dengan teori molekul. Kini, spektrofotometer juga banyak digunakan untuk berbagai seperti studi bahan, lingkungan ataupun untuk mengontrol suatu proses kimiawi dalam industri. Amersham Biosciences adalah perusahaan intrumentasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan spektrofotometer untuk keperluan penelitian Biologi molekuler. Setiap laboratorium Biologi pasti memiliki spektrofotometer sebagai salah satu tools modernnya (Sentrabd, 2007).

Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom/molekul dinyatakan oleh Hukum Beer-Lambert. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan/medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut (Sentrabd, 2007).

Pada percobaan, 1 ml darah dipipet ke dalam erlenmeyer kecil, serta ditambahkan 1 ml Na-wolframat 10%, dan 1ml H2SO4 0,67 N (tetes demi tetes). Fungsi penambahan akuades adalah mengencerkan darah sehingga albumin dalam darah akan larut oleh akuades. Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Albumin terdapat dalam serum darah dan putih telur (Poedjiadi, 1994). Penambahan Na-wolframat bertujuan mengendapkan albumin yang terlarut dalam air. H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan albumin oleh Na-wolframat.

Larutan yang telah dibuat didiamkan selama 10 menit agar terjadi endapan albumin secara sempurna, sehingga ketika endapan tersebut dipisahkan dengan kertas saring akan memisah dengan sempurna.

Tiga tabung reaksi dipersiapkan, ketiga tabung diisi dengan 1 ml filtrat, 1ml standar glukosa, dan 1ml akuades. Masing-masing tabung ditambahkan 1 ml larutan kupritartrat. Larutan kupritartrat ditambahkan untuk membentukan warna biru ketika ditambahkan pereaksi fosfomolibdat, karena larutan ini mengandung asam laktat dan ion Cu+. Hal ini sesuai dengan prinsip uji tauber yang memberikan hasil positif (warna biru) pada larutan yang mengandung monosakarida (glukosa).

Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dengan air mendidih selama 8 menit tepat. Pemanasan berfungsi menambah laju reaksi oleh kupritartat. Ketiga tabung tersebut didinginkan, lalu diencerkan dengan 7 ml akuades. Satu ml larutan fosfomolibdat ditambahkan pada setiap tabung, penambahan H2SO4 0,67 N juga bertujuan menciptakan suasana asam karena reaksi dengan fosfomolibdat terjadi pada suasana asam. Perubahan warna yang terjadi diamati dan intensitas warnanya diamati dengan spektronik-20 pada panjang gelombang 660 nm.

Pada penambahan kupritartrat, ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O. Dengan menambahan pereaksi fosfomolibdat kuprooksida melarut lagi dan warna larutan akan berubah menjadi biru tua disebabkan oleh adanya oksidasi Mo. Intensitaas warna larutan adalah ukuran banyaknya gula yang ada di dalam filtrat (Girinda 1989).

Pengamatan dengan spektronik-20 menggunakan prinsip hukum Lambert Beer. Faktor yang mempengaruhi adalah konsentrasi larutan dan bentuk wadah. Bagian sinar yang diserap akan tergantung pada berapa banyak molekul yang beinteraksi dengan sinar. Bayangkan anda memiliki zat warna organik yang kuat/tajam. Jika zat warna tersebut berupa larutan pekat, maka akan diperoleh absorbansi yang sangat tinggi karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengam sinar. Akan tetapi, dalam larutan yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya. Absorbansinya sangat rendah. Jika ingin membandingkan zat warna tersebut dengan senyawa lain, namun tidak mengetahui konsentrasinya, maka tidak akan dapat dibuat perbandingan dengan baik tentang senyawa mana yang menyerap sinar lebih banyak. Bentuk wadah yang semakin panjang akan mempengaruhi panjang larutan sehingga sinar akan lebih banyak diserap karena sinar berinteraksi dengan lebih banyak molekul (Sentrabd, 2007).

Hasil pengamatan dan perhitungan menunjukkan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dari darah ayam adalah 0,7046 mg/ml. Kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh aktifitas tubuh, kesehatan dan faktor genetik.

Kesimpulan

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Spektrometer absorbsi adalah sebuah instrumen untuk mengukur absorbsi/penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom/molekul. Darah mengandung albumin yang harus dihilangkan pada uji glukosa, albumin diendapkan dengan penambahan akuades dan Na-wolframat. Pada penambahan kupritartrat, ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O. Dengan menambahan pereaksi fosfomolibdat kuprooksida melarut lagi dan warna larutan akan berubah menjadi biru tua disebabkan oleh adanya oksidasi Mo. Intensitaas warna larutan adalah ukuran banyaknya gula yang ada di dalam filtrat. Hasil pengamatan dengan spektronik-20 dan perhitungan menunjukkan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dari darah ayam adalah 0,7046 mg/ml. Kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh aktifitas tubuh, kesehatan dan faktor genetik.

Daftar Pustaka

[Anonim]. 2004. Gula dan Lemak Darah. Yayasan Spiritia: Jakarta.

[Anonim]. 2007. Glukosa. http://id.wikipedia.org/wiki/Glukosa (22 Desember 2007)

[Anonim]. 2007. Gula Darah. http://id.wikipedia.org/wiki/Gula_darah (22 Desember 2007)

[Anonim]. 2007. Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org (22 Desember 2007).

[Anonim]. 2007. Pengenalan Kepada Glukosa. http://dianais82.tripod.com/id1.html (22 Desember 2007).

[Anonim]. 2007. Spectrophotometer Absorbsi UV/VIS. http://sentrabd.com/main/info/Insight/Spectrophotometer.htm (22 Desember 2007).

Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.

Girinda A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor: IPB

Kamis, 24 April 2008

Preparasi Kromosom Teknik Jaringan Padat

Abstrak

Analisa kromosom dapat digunakan untuk menentukan tingkat ploidi (diploid, triploid, dan sebagainya) dan karakteristik suatu spesies yang dikenal dengan teknik karyotip. Praktikum ini bertujuan agar praktikan mampu melakukan preparasi kromosom teknik jaringan padat dan dapat mengamati, mengetahui serta menganalisa jumlah dan bentuk kromosom untuk menentukan tingkat ploidi dan karakteristik spesies ikan yang diamati. Preparat kromosom juga berguna dalam analisis karyotip yang bermanfaat untuk mengetahui adanya penyakit genetik, mutasi kromosom, mengidentifikasi spesies, mengidentifikasi hybrid hasil persilangan, pemantauan jenis kelamin dan mengidentifikasi tingkat ploidi suatu organisme. Tahapan-tahapan untuk mendapatkan kromosom melalui teknik jaringan padat meliputi perlakuan kolkisin, perlakuan hipotonik, fiksasi, pembuatan preparat, dan pengamatan. Ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang digunakan dalam praktikum masing-masing memiliki 100 dan 46 kromosom. Jumlah kromosom terbanyak ikan mas yang dihitung adalah 84 yaitu pada insang, sedangkan yang tersedikit adalah 61 juga pada insang. Jumlah kromosom terbanyak yang ditemukan pada ikan nila adalah 46 pada sirip dan insang, sedangkan yang terkecil adalah 26 pada sirip. Perbedaan jumlah kromosom tersebut (ikan mas 100 kromosom dan ikan nila 46 kromosom) menunjukkan bahwa karakteristik kedua ikan tersebut berbeda.


Pendahuluan

Analisa kromosom dapat digunakan untuk menentukan tingkat ploidi (diploid, triploid, dan sebagainya) dan karakteristik suatu spesies yang dikenal dengan teknik karyotip. Pengamatan ukuran serta jumlah kromosom dapat dilakukan dengan pembuatan preparat kromosom. Untuk itu sangat diperlukan ketrampilan khusus dalam pembuatan preparat kromosom. Pembuatan preparat kromosom dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan teknik jaringan padat dan teknik kultur darah. Dalam praktikum ini teknik yang diterapkan adalah preparasi kromosom teknik jaringan padat, karena lebih murah dan tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama.

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan mampu melakukan preparasi kromosom teknik jaringan padat dan dapat mengamati, mengetahui serta menganalisa jumlah dan bentuk kromosom untuk menentukan tingkat ploidi dan karakteristik spesies ikan yang diamati.


Metodologi

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 29 Februari dan 7 Maret 2008 bertempat di Laboratorium Genetika Ikan departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, mikroskop binokuler, alat bedah, gelas obyek, gelas obyek cekung, hot plate, kertas tissue, pipet tetes, tusuk gigi, refrigerator dan botol film.

Bahan-bahan yang digunakan adalah kolkisin (C22H25NO6), etanol (C2H5OH), kalium klorida, asam asetat glacial (CH3COOH), giemsa, akuades, ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan nila (Oreochromis niloticus).

Prosedur kerja yang pertama adalah perendaman dengan kolkisin dan pengawetan jaringan. Ikan direndam dalam larutan kolkisin 0,07% selama 6-9 jam. Selama perendaman ikan dibiarkan berenang dalam wadah dengan aerasi yang baik. Setelah itu ikan dibunuh, kemudian diambil jaringan tubuhnya pada bagian insang dan sirip ekor. Potongan jaringan tersebut di rendam dalam larutan KCl 0,075 M pada botol film selama 60 menit pada suhu ruang. Larutan KCl diganti setiap 30 menit selama waktu perendaman. Selanjutnya jaringan difiksasi dengan larutan Carnoy selama 60 menit, dan dilakukan penggantian larutan setiap 30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan preparat. Setelah disimpan dalam refrigerator selama satu minggu, jaringan yang telah difiksasi diambil dengan menggunakan pinset dan disentuhkan pada kertas tissue untuk menghilangkan larutan fiksatif. Jaringan tersebut diletakkan di atas gelas objek cekung dan ditambahkan 3-4 tetes asam asetat 50 %. Setelah itu jaringan digerak-gerakkan dengan menggunakan pinset secara hati-hati hingga keruh yang berarti telah terbentuk suspensi sel. Gelas objek yang akan digunakan sebagai preparat sebelumnya direndam di dalam alkohol 70 % minimal 2 jam. Suspensi yang terbentuk diambil dengan pipet tetes, lalu diteteskan di atas gelas objek yang ditempatkan di atas hot plate dengan suhu 45-50 ºC, dan dihisap kembali dengan cepat setelah terbentuk lingkaran dengan diameter 1-1,5 cm. Langkah selanjutnya adalah pewarnaan preparat. Pada setiap gelas objek sebaiknya dibuat 3 lingkaran. Preparat yang telah jadi diwarnai dengan larutan giemsa 20 % sebanyak 3-5 tetes lalu disebarkan hingga menutupi lingkaran dengan menggunakan tusuk gigi. Setelah merata, preparat disimpan selama 20 menit pada suhu kamar. Setelah itu, preparat dibilas dengan akuades lalu dibiarkan mengering, kemudian bisa diamati di bawah mikroskop.


Hasil dan Pembahasan

Hasil dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil analisa kromosom pada preparat yang telah dibuat.

Kelompok

Ikan Mas

(Cyprinus carpio)

Ikan Nila

(Oreochromis niloticus)

Sirip

Insang

Sirip

insang

1.

42/36/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

84/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

2

46/ø/ø

ø/ø/ø

42/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

3

ø/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

4

ø/ø/ø

ø/ø/ø

61/67/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

5

ø/ø/ø

ø/ ø/ ø

ø/ø/ø

ø/ø/ø

26/46/40

ø/ø/ø

Kromosom adalah suatu struktur makromolekul yang berisi DNA di mana informasi genetik dalam sel disimpan (Fri, 2008). Kromosom tersuspensi dalam medium semifluida pada membran nukleus. Kromosom tampak sebagai struktur memanjang dan tidak mudah diamati dengan mikroskop cahaya. Dalam keadaan seperti biasa disebut kromatid (Kimball, 1983).

Praktikum ini mengamati kromosom yang berasal dari insang dan sirip ekor ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Sebenarnya kromosom yang diamati dapat berasal dari beberapa sumber sel. Masing-masing sumber memiliki kelebihan dan kekurangan. Insang, sirip, epitel sisik dan epitel insang kurang baik untuk digunakan karena jaringan ini biasanya sedikit sekali sel yang membelah. Ginjal merupakan jaringan yang baik untuk digunakan dalam pembuatan preparat kromosom karena sel-selnya aktif membelah. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai pusat pembentukan sel darah merah atau selnya sering mengalami kerusakan (Denton, 1973 dalam Sucipto 2008). Dalam praktikum ini ginjal tidak digunakan karena ikan yang diambil jaringan tubuhnya masih kecil, sehingga ginjalnya sulit diambil.

Morfologi dan jumlah yang lengkap dari kromosom mudah diamati sewaktu metafase karena saat itu kromosom berada dalam keadaan kondensasi maksimum (Yatim, 1991 dalam Sucipto, 2008).

Perlakuan yang berkaitan dengan pembuatan preparat kromosom meliputi penghentian pembelahan sel (mitotic inhibitor), perlakuan hipotonik, fiksasi, pewarnaan dan penutupan preparat (Denton, 1973 dalam Sucipto, 2008). Dalam praktikum ini perlakuan-perlakuan tersebut juga dilakukan dan disebut teknik jaringan padat. Masing-masing perlakuan mempunyai tujuan tertentu.

Kromosom tampak jelas pada waktu metafase, maka pada saat inilah pembelahan sel harus dihambat. Bahan yang paling sering digunakan sebagai penghambat pembelahan mitosis adalah kolkisin. Kolkisin adalah suatu alkaloida hasil ekstraksi umbi tanaman Colcicum autumnale yang berpengaruh unik, yaitu meniadakan pembentukan gelendong inti dan menghentikan pembelahan mitosis pada stadium metafase, fase dimana kromosom berkontraksi maksimal dan nampak paling jelas (Denton, 1973; Sharma, 1976; Suryo, 1994 dalam Sucipto, 2008). Konsentrasi normal yang biasa digunakan untuk jaringan ikan berkisar antara 0,01-0,1% untuk periode waktu 1-6 jam (Denton, 1973 dalam Sucipto, 2008). Selain kolkisin dapat juga menggunakan kolsemid (deacethymethyl colcicine), velban (vinblastine sulfate), asenaften, kloral hidrat, coumarin dan turunannya, askalin, isopsoralen, oksiquinalen, dan P-diklorobenzen (Sharma, 1976 dalam Sucipto, 2008). Pada praktikum ini digunakan larutan kolkisin 0,07% yang dibuat dengan melarutkan 700 mg kolkisin dalam 1 liter akuades.

Perlakuan hipotonik bertujuan agar sel-sel membesar dan kromosom-kromosom menyebar letaknya (Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 2008). Larutan hipotonik dapat dibuat dari campuran akuades, sodium sitrat dan potassium klorid. Lama perlakuan bergantung pada suhu dan konsistensi jaringan/sel yang digunakan (Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 2008). Praktikum ini menggunakan larutan hipotonik 0,075 M (1 liter) yang dibuat dengan melarutkan 5,6 gram KCl dalam 1 liter akuades.

Fiksasi merupakan perlakuan untuk mematikan sel tanpa merusak bentuk dan kandungannya (Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 2008). Menurut Gunarso (1989) fungsi lain dari larutan fiksatif adalah menaikkan daya pewarnaan karena adanya bahan-bahan kasar yang merupakan komponen cairan fiksatif. Larutan fiksatif yang paling sering digunakan adalah campuran methanol dengan asam asetat glacial pada perbandingan 3:1 (v/v). Larutan ini harus dalam keadaan segar jika akan digunakan (Wilson dan Morrison, 1962; Denton, 1973; Phillips et al., 1986; Chaves et al., 1991 dalam Sucipto, 2008). Fiksasi dalam praktikum ini juga menggunakan campuran methanol dengan asam asetat glacial pada perbandingan 3:1 (v/v) yang disebut larutan carnoy.

Pada tahap pembuatan preparat digunakan hot plate yang berfungsi mengeringkan suspensi sel di atas preparat, hal ini berguna agar sel melekat dengan erat sehingga tidak terlepas saat proses berikutnya.

Pewarnaan dilakukan agar kromosom mudah diamati di bawah mikroskop (Denton, 1973; Sharma, 1976 dalam Sucipto, 2008). Giemsa merupakan pewarna yang paling sering digunakan untuk mewarnai kromosom (Denton, 1973; Sharma, 1976; Chaves et al., 1991 dalam Sucipto, 2008) meskipun mekanisme pewarnaannya tidak bersih (Macgregor dan Valley, 1983 dalam Sucipto, 2008). Giemsa digunakan untuk jenis preparat ulasan tipis maupun tebal (Gunarso, 1989). Komponen aktif Giemsa berupa molekul eosin Y dan biru metilen (Sharma, 1976; Magregor dan Valley, 1983 dalam Sucipto, 2008). Kualitas hasil pewarnaan bervariasi tergantung perbandingan pewarna yang digunakan (Sharma, 1976 dalam Sucipto, 2008). Pewarnaan dalam praktikum ini menggunakan larutan giemsa 20% yang dibuat dengan mencampurkan giemsa dan akuades dengan perbandingan 2 : 8.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak semua praktikan berhasil menemukan kromosom pada preparat buatannya. Beberapa praktikan yang menemukan kromosom pada preparatnya tidak memperoleh jumlah kromosom sesuai dengan jumlah kromosom sebenarnya. Jumlah kromosom terbanyak ikan mas yang dihitung adalah 84 yaitu pada insang, sedangkan yang tersedikit adalah 61. Jumlah kromosom terbanyak yang ditemukan pada ikan nila adalah 46, sedangkan yang terkecil adalah 26. Jumlah kromosom ikan mas diploid adalah 100, sedangkan ikan nila adalah 46 (Fri, 2008). Namun ada dua orang praktikan yang menemukan jumlah kromosom dari insang ikan nila pada preparatnya sama dengan jumlah yang sebenarnya yaitu 46. Kegagalan praktikum dipengaruhi banyak faktor, faktor utama penyebabnya adalah kesalahan prosedur kerja praktikan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi diantaranya adalah terlalu cepat atau terlalu lama pada saat meneteskan suspensi sel pada kaca preparat di atas hot plate. Terlalu cepat akan mengakibat kan preparat yang terbentuk terlalu tipis sehingga sel sulut diamati, sedangkan terlalu cepat dapat menyebabkan preparat terlalu tebal sehingga sel yang akan diamati bertumpuk dan sulit diamati.

Setelah mengetahui jumlah kromosom, hal yang sebenarnya dapat dilakukan adalah menganalisis kromosom untuk mengetahui karakteristik spesies yang diamati (karyotip). Analisis karyotip bermanfaat untuk mengetahui adanya penyakit genetik, mutasi kromosom, mengidentifikasi spesies, mengidentifikasi hybrid hasil persilangan, pemantauan jenis kelamin dan mengidentifikasi tingkat ploidi suatu organisme (Carman, 1990 dalam Sucipto, 2008). Hasil yang lebih menyakinkan dalam penyusunan karyotipe diperoleh dari hasil banding (Eldridge, 1985 dalam Sucipto, 2008). Namun hal ini tidak dilakukan karena masih minimnya kemampuan praktikan untuk melakukannya.

Kesimpulan

Kromosom terlihat jelas dan mudah diamati pada saat pembelahan sel secara mitosis pada tahap metafase. Tahapan-tahapan untuk mendapatkan kromosom melalui teknik jaringan padat meliputi perlakuan kolkisin, perlakuan hipotonik, fiksasi, pembuatan preparat, dan pengamatan. Praktikum belum sepenuhnya berhasil karena hanya dua orang praktikan yang berhasil menemukan 46 kromosom ikan nila.


Daftar Pustaka

Fri. 2008. Pengertian Kromosom dan Jumlah Kromosom Pada Manusia, Hewan Dan Tumbuhan. www.oragnisasionline.org. [10 Maret 2008].

Gunarso, Wisnu. 1989. Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor.

Kimball, John W. 1983. Biologi. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sucipto, Adi. 2008. Preparasi Kromosom. www.adisucipto.wordpress.com. [10 Maret 2008].